Studi Buktikan Orang Baik Cenderung Lebih Mudah Bangkrut

Hati-Hati, Studi Buktikan Orang Baik Cenderung Lebih Mudah Bangkrut dan Jatuh Miskin

One comment

Selama ini, kepercayaan umum selalu mengajarkan setiap orang untuk berbuat baik. Entah itu menjadi orang yang ramah dan menyenangkan, senang berbagi dan suka menolong orang lain. Demikian juga tentunya yang diajarkan dalam setiap agama.

Meski begitu, ternyata tidak selamanya bersikap baik ini bisa menguntungkan bagi pelakunya. Pasalnya, baru-baru ini sebuah hasil penelitian justru membuktikan sebaliknya—terutama hal ini berlaku bagi kondisi keuangan seseorang.

Para periset dari University College London School of Management dan Columbia Business School tersebut memberikan pernyataan yang mencengangkan. Tak disangka-sangka, hasil penelitian ini membuktikan bahwa kebaikan seseorang berpengaruh besar terhadap tingkat kemiskinan dan kecenderungannya untuk bangkrut.

Menurut penelitinya, seseorang akan makin mudah terperosok ke dalam masalah keuangan dalam hidupnya jika orang itu berhati baik dan mulia.

Dikutip dari reportase Liputan6.com, hasil studi ini telah dipublikasikan oleh American Psychological Association. Di dalam studi tersebut, dibahas bahwa seseorang yang baik hati dengan tingkat toleransi yang tinggi malah berkemungkinan untuk lebih mudah mengalami kebangkrutan secara finansial.

Lantas apakah yang menyebabkan orang baik hati tak cakap dalam mengelola keuangannya?

Empati Berlebihan Membuahkan Kesulitan Finansial

Empati Berlebihan.jpg
Empati Berlebihan

Rupanya, hal ini berhubungan dengan pribadi orang baik hati yang rata-rata mudah setuju serta tak bermasalah memaklumi sesamanya (berempati tinggi terhadap orang lain). Mereka ini disebut mempunyai tingkat toleransi yang tinggi terhadap sesamanya.

Sandra Mats mengatakan, timnya ingin memahami dan mengetahui apakah sikap orang yang baik dan hangat dalam diri seseorang berkaitan dengan kondisi finansial yang buruk. Pasalnya, dalam studi akademis mengenai kepribadian ini, sikap yang baik dan hangat ini digambarkan sebagai “sosok yang mudah memaklumi”.

Demikian dibeberkan Sandra Matz yang merupakan Asisten Profesor di Columbia, sebagaimana dikutip dari studyfinds.org terbitan Rabu (17/10/2018) lalu.

Disebutkan oleh Sandra Matz, ada banyak hal yang berhubungan erat antara “kebiasaan memaklumi” dengan “tingkat penghasilan yang rendah”. Fakta ini diketahuinya dari hasil penelitian sebelumnya. Sehingga itulah yang membuat tim periset lantas terpicu untuk mengukur lebih lanjut. Penelitian lantas dilakukan dengan indikator keuangan yang tepat.

Selanjutnya, dari hasil riset itulah tim periset menemukan fakta mengejutkan. Ternyata, orang dengan kepribadian yang baik ini cenderung punya skill yang rendah dalam bernegosiasi. Mereka juga cenderung kurang memahami dan menyadari pentingnya kepemilikan uang untuk kelangsungan hidup di dalam kesehariannya.

Joe Gladston yang merupakan salah satu bagian dari tim riset ini menyebutkan, penelitian ini menemukan bahwa orang yang baik hati cenderung punya utang dan mengambil utang yang bunganya tinggi. Sedangkan simpanan tabungan mereka justru malah rendah. Hal itu terjadi dikarenakan mereka kurang memedulikan risiko finansial yang dihadapi dalam hidup.

Diketahui, Joe Gladstone adalah salah satu pengajar dari University College London School of Management. Ia menandaskan bahwa menjadi terlalu baik ini dapat berdampak negatif bagi kesejahteraan hidup seseorang.

Sementara itu, Sandra Matz juga mengungkapkan hal senada. Ia mengharapkan agar dari hasil penelitian ini bisa membuat orang banyak jadi mengerti. Bahwa salah satu pemicu penting di balik kesulitan keuangan dalam hidup mereka ini dikarenakan terlalu baik hati. Ironis, memang. Mengingat menjadi baik hati terhadap sesama tentu merupakan hal yang mulia.

Namun demikian, lain halnya dengan menjadi terlalu baik. Karena banyak juga orang yang terlalu baik kepada orang lain, tapi tanpa disadari mereka malah lupa untuk berbuat baik kepada dirinya sendiri. Biasanya, orang-orang dengan kekuatan altruisme seperti ini kerap menjadi sasaran empuk bagi sesamanya yang, katakanlah, lebih manipulatif.

Baca Juga: Mau Pindah Kerja ke Bidang atau Profesi Lain? Coba Terapkan Cara-Cara Sederhana Ini

Memprioritaskan Hal Lain Selain Uang

Memprioritaskan Hal Lain Selain Uang
Memprioritaskan Hal Lain Selain Uang

Penelitian ini juga menyebutkan bahwa orang baik cenderung lebih rentan mengalami kebangkrutan. Studi ini mengatakan bahwa orang yang baik hati cenderung bermasalah dalam keuangannya. Bahkan, nilai kreditnya pun cenderung rendah. Sehingga hal inilah yang kemudian membuat mereka berada di risiko tinggi untuk menjadi bangkrut.

Orang baik punya kecenderungan untuk tidak/ kurang menghargai uang. Mereka menghargai hal atau prioritas lain di dalam hidupnya yang bukan dalam bentuk uang. Misalnya, untuk menjaga hubungan sosial dan sebagainya. Itulah sebabnya, menurut studi ini, orang baik dapat dilihat dari kecenderungannya yang suka berbagi.

Malahan, mereka menganggap uang bukanlah hal utama dalam memenuhi kebahagaian. Sudut pandang inilah yang kemudian menjadi penyebab dari buruknya keuangan mereka. Singkatnya, keuangan orang baik hati cenderung lebih buruk ketimbang orang lain pada umumnya.

Masih menurut Joe Gladstone, riset ini membuktikan betapa sikap ramah dan senang berbagi akan berimbas langsung terhadap pengelolaan keuangan pribadi. Menurutnya, keramahan itu berhubungan dengan indikator hidup susah dan sulit secara keuangan.

Mengapa? Karena mereka punya kecenderungan tidak bisa berhemat alias tidak pelit (yang berarti kurang tegas dalam mengendalikan pengeluaran). Mereka juga mempunyai kecenderungan tidak gigih dan tekun dalam menabung. Demikian sebagaimana dikutip dari reportase Kompas.com.

Gladstone kemudian menandaskan, tampaknya hubungan ini didorong oleh sejumlah fakta, bahwa mereka yang pribadinya menyenangkan cenderung kurang peduli soal uang. Itulah sebabnya mereka lebih rentan dan berisiko tinggi menjadi salah atau keliru dalam hal keuangan dibandingkan dengan orang lainnya.

Ia lantas memberi contoh nyata. Biasanya, kecil kemungkinan bagi orang yang baik hati untuk memeriksa kembali laporan neraca keuangan mereka. Ini berarti mereka termasuk lalai dalam mempertahankan anggaran dengan cara yang penuh tanggung jawab.

Sebaliknya, lanjut Gladstone, orang-orang yang menurut penilaian peneliti “lebih jahat” diketahui mempunyai sikap yang lebih kompetitif. Tak hanya itu, ternyata dari hasil penelitian ini, diketahui juga bahwa mereka lebih pelit. Namun jika berbicara mengenai korelasinya dengan kondisi keuangan, hal ini tentu lebih baik. Karena dengan demikian, keuangan mereka pun jadi lebih baik dan mapan.

Sandra Matz yang merupakan pemimpin dari riset ini sekaligus juga mengimbuhkan, riset ini dilakukan untuk menguak fakta mengejutkan (dan miris) lainnya. Riset yang kini telah diterbitkan di Journal of Personality and Social Psychology ini juga dimaksudkan untuk memahami hal ini: mengapa orang baik hati tampaknya malah seringkali bernasib lebih malang?

Ia lantas mengatakan, timnya tertarik untuk meninjau apakah mempunyai pribadi yang baik dan hangat—yang oleh akademisi dikatakan sebagai “kesetujuan” dalam penelitian ini—ada kaitannya dengan kondisi finansial yang buruk atau tidak.

Orang Baik Hati Cenderung Berpendapatan Rendah?

Pendapatan Rendah
Pendapatan Rendah

Penelitian ini juga ingin mengungkap bagaimana kebaikan hati seseorang cenderung berdampak pada rendahnya pendapatan yang ia hasilkan. Pasalnya, faktanya adalah kesulitan finansial kerap menyerang orang-orang yang baik hati. Apakah fakta ini dipengaruhi oleh gaya negosiasi mereka yang “terlalu kooperatif” atau penilaian mereka yang lebih rendah terhadap keuangan?

Berdasarkan analisa informasi terhadap lebih dari 3 juta orang yang menggunakan data rekening di bank, dua panel online, survei tingkat nasional serta data geografis yang dilakukan peneliti, terungkaplah faktanya.

Matz mendapati, penelitian sebelumnya menemukan bahwa orang yang ramah biasanya punya skor kredit yang tak bagus dengan pendapatan yang rendah.

Ia melanjutkan, para peneliti ini ingin mengetahui apakah hal itu berkaitan dan berlaku dalam indikator keuangan para orang baik hati ini. Itulah sebabnya peneliti juga ingin menelaah mengapa orang baik hati ini tampaknya tak bisa menjadi milyuner dengan status ekonomi yang sangat kaya raya. Karena rupanya hal ini juga sangat berhubungan.

Dalam riset sebelumnya, diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepribadian yang neurotik dengan utang yang nominalnya lebih tinggi dibandingkan orang lain pada umumnya. Dan ini ditambah juga dengan adanya peningkatan belanja yang kompulsif (spontan).

Hal ini berbanding kontras dengan pribadi yang berhati-hati atau teliti. Menurut riset tersebut, mereka yang lebih berhati-hati dan juga teliti lebih mungkin berhemat uang banyak. Mereka juga cenderung cukup baik dalam menghindarkan diri dari utang.

Namun, peneliti juga menekankan bahwa masalah finansial seperti ini tidak bisa dipukul rata kepada semua orang yang baik hati di tingkatan yang setara. Faktor besar kecilnya pendapatan masih menjadi kunci utama dan prediktor dari kesehatan keuangan seseorang.

Gladstone mengatakan, korelasi antara kebaikan hati seseorang dengan kesulitan finansialnya ini ternyata lebih banyak muncul pada individu yang berpenghasilan rendah. Yang mana mereka tidak punya sarana finansial sebagai kompensasi dari dampak merugikan pribadi yang menyenangkan itu.

Mengacu kepada data dari penelitian yang melibatkan sejumlah partisipan dalam rentang usia di atas 25 tahun ini, periset juga menemukan bahwa sikap menyenangkan atau tingkat kebaikan individu di masa kecilnya dapat memprediksi masalah finansialnya setelah ia dewasa nanti.

Kemudian Sandra menambahkan. Menurutnya, hasil riset ini membantu mereka memahami apa saja faktor utama dan penting yang mendasari semua kesulitan keuangan. Faktor inilah yang dapat berpotensi dan berimplikasi serius dalam kesejahteraan hidup masyarakat. Terutama berkenaan dengan urusan keuangan.

Baca Juga: Bidang Pekerjaan yang Cocok untuk Kamu yang Memiliki Perhatian Tinggi

Tingkatkan Kesadaran Finansial

Menjadi orang yang baik hati memang punya dampak signifikan terhadap kondisi keuangan seseorang. Hal ini dapat berimbas negatif terutama jika si baik hati itu tak punya saluran atau media untuk mengimbangi kepribadian mereka beserta kecenderungannya.

Akhir kata, peneliti menyebutkan harapannya atas studi dan riset ini. Mereka ingin bisa menciptakan aplikasi praktis yang berfungsi untuk meningkatkan kesadaran orang terhadap tanggung jawab finansial mereka. Terutama hal ini ditujukan bagi orang-orang berhati baik di luar sana yang besar kemungkinan rentan dalam masalah keuangan.

Gladstone mengatakan, jika para peneliti dapat lebih memahami dan memprediksikan soal siapa saja yang berkemungkinan terkena masalah finansial, maka periset dapat lebih mengetahui siapa pihak yang akan dibantu oleh mereka.

Ia juga menambahkan, pemerintah dapat mengatasi isu ini dengan cara menciptakan program seperti acara amal serta pelatihan dan pendidikan yang dapat menjadi jalan keluar untuk mengantisipasi permasalahan ini.

Meskipun besar tantangannya untuk menjadi orang baik, tentunya peneliti tidak menyarankan Anda berhenti jadi orang yang baik hati. Sebaliknya, ingatlah untuk bersikap baik hati terhadap diri sendiri. Caranya dengan mengutamakan kesejahteraan keuangan Anda. Jadilah lebih sadar, bertanggung jawab dan berhati-hati dalam mengelola uang Anda.

Pergunakan uang, waktu, energi, talenta dan setiap potensi Anda dengan baik dan jaga selalu agar keuangan Anda tetap mapan dan sejahtera. Lebih berhati-hatilah lagi dalam menggunakan uang dan semoga kebaikan Tuhan selalu menyertai Anda dimanapun berada.

Jadi Pribadi yang Lebih Baik dan Persiapkan Dana Untuk Masa Depan! Mulai Jadi Pemberi Pinjaman Online Sekarang dan Dapatkan Keuntungannya!

Mulai Jadi Pemberi Pinjaman Sekarang!

 

1 comments on “Hati-Hati, Studi Buktikan Orang Baik Cenderung Lebih Mudah Bangkrut dan Jatuh Miskin”

Comments are closed.