Bagi masyarakat pedesaan, kegiatan bercocok tanam bukanlah hal yang asing untuk dilakukan. Aktivitas tersebut sudah menjadi kegiatan harian dan bahkan dijadikan mata pencaharian yang menghasilkan. Ketersediaan lahan yang tak terbatas serta sumber daya manusia yang mendukung menjadi alasan mengapa kegiatan ini mudah diterapkan.
Namun, bagaimana jika kegiatan tersebut dilakukan di daerah perkotaan yang relatif padat penduduknya? Apakah tetap bisa menghasilkan? Jawabannya tentu saja bisa.
Kegiatan bercocok tanam yang diterapkan di perkotaan tersebut lebih familiar dengan sebutan urban farming. Konsep yang ditawarkan sama dengan kegiatan bercocok tanam pada umumnya, hanya saja dilakukan di lahan yang terbatas. Tak hanya itu, proses dan metode penanamannya pun dilakukan dengan cara sederhana dan seringkali menonjolkan konsep pertanian organik. Menarik, bukan?
Nah, jika kamu merasa tertarik dengan metode urban farming ini, tidak ada salahnya untuk mempelajari beberapa informasi di bawah ini.
Apa Itu Urban Farming?

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, urban farming adalah kegiatan bercocok tanam yang dilakukan di daerah perkotaan. Jadi, kamu bisa menerapkan kegiatan pertanian konvensional di daerah perkotaan dengan penyesuaian terhadap kondisi dan lingkungan sekitar. Kamu bisa menyulap space kosong di sekitar rumah seperti atap untuk menjadi kebun. Halaman menjadi kebun hidroponik, atau juga membuat pagar rumah dari tanaman vertikal.
Dengan melakukan konsep urban farming, ada harapan bahwa penduduk perkotaan tetap bisa mencukupi kebutuhan melalui hasil kebun mereka sendiri. Selain itu, kegiatan ini dapat menjadi alternatif untuk mengisi waktu luang dan menghilangkan stres.
Konsep pertanian modern ini juga dipercaya dapat membantu meningkatkan kesehatan masyarakat serta membuka peluang ekonomi. Hal ini tentu berdasar pada keberlanjutan, keterjangkauan, kesehatan, kemudahan, dan juga kenyamanan. Itulah mengapa konsep urban farming sangat direkomendasikan oleh para ahli dan pengamat lingkungan.
Cara Menerapkan Urban Farming
Nah, jika tertarik dengan konsep urban farming ini, kamu harus menyiapkan lahan untuk ditanami. Tak perlu lahan yang luas, bisa dengan memanfaatkan lingkungan sekitar rumah yang cukup memadai. Kamu bisa menerapkan berbagai metode bercocok tanam seperti hidroponik, akuaponik, wall gardening, dan juga vertikultur.
Untuk jenis tanaman urban farming sendiri ada banyak macamnya. Misalnya:
- Sayuran hijau seperti kangkung atau sawi;
- Rempah seperti jahe atau kunyit;
- Umbi-umbian seperti singkong atau ketela;
- Buah-buahan seperti tomat, anggur, dan mentimun.
Biasanya, penerapan metode ini mengedepankan konsep penanaman organik di mana dalam prosesnya, kamu tidak diizinkan menggunakan tambahan bahan kimia.
Kelebihan Urban Farming
Kehadiran urban farming di tengah masyarakat perkotaan bisa dibilang membawa angin segar yang menguntungkan, di antaranya:
1. Menghasilkan Produk yang Berkualitas
Salah satu kelebihan urban farming adalah menghasilkan produk yang baik dan terjamin. Hal ini karena segala prosesnya dilakukan secara pribadi dan diawasi sepanjang waktu. Apalagi pada metode ini tak digunakan pestisida atau bahan kimia lain sebagai pengusir hama.
Selain itu, hasil dari urban farming ini juga dinilai lebih bergizi karena selain dari prosesnya yang terjamin, distribusi produknya pun tak memakan waktu lama. Ketersediaan lahan yang terbatas membuat jumlah produk yang diproduksi juga tak banyak, sehingga stok produk tak sampai menumpuk.
2. Menghemat Budget untuk Pengeluaran Sehari-Hari
Metode urban farming yang dilakukan di rumah ternyata bisa menjadi salah satu cara untuk menghemat pengeluaran. Hal ini karena kamu bisa mencukupi kebutuhan hanya dengan mengambil hasil tanam milik sendiri. Jadi, kamu bisa menghemat pengeluaran dan mengalokasikannya untuk biaya atau kegiatan yang lain.
3. Sebagai Pemanfaatan Sampah
Nah, jika menerapkan kegiatan bercocok tanam modern ini di rumah, kamu bisa memanfaatkan keberadaan sampah dapur sebagai pupuk alami bagi tanaman. Jadi, sampah tersebut tidak terbuang percuma.
Tidak hanya itu, untuk peralatan atau media yang digunakan pun bisa diambil dari barang bekas seperti kaleng atau pipa. Jadi, sampahmu masih memiliki nilai guna yang cukup menguntungkan.
4. Menjadi Sarana Bersosialisasi
Ketika hidup di daerah perkotaan, tak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar masyarakatnya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada yang bekerja, ada yang mengasuh anak, dan lain sebagainya. Akibatnya, interaksi antar tetangga pun juga akan berkurang.
Namun, dengan menerapkan konsep ini, kamu bisa membangun interaksi dan keakraban dengan tetangga, lho. Kamu bisa saling berbagi informasi ataupun hasil panen. Apalagi jika kamu berinisiatif untuk melakukan urban farming secara bersama-sama, maka kegiatan bersosialisasi dengan tetangga pun bisa dengan mudah dilakukan.
5. Penambahan Lahan Terbuka Hijau
Masifnya pembangunan serta padatnya jumlah penduduk, menjadi alasan mengapa jumlah lahan terbuka hijau di perkotaan selalu berkurang. Akibatnya, keseimbangan lingkungan pun menjadi terganggu dan timbul beberapa dampak negatif atau bencana alam yang tak diinginkan.
Dengan digalakkannya konsep urban farming ini, ada harapan bahwa jumlah lahan terbuka hijau di perkotaan menjadi bertambah. Sehingga, kondisi lingkungan bisa stabil serta kualitas udara pun bisa semakin membaik karena adanya tanaman yang dibudidayakan.
Kelemahan Urban Farming
Meskipun memiliki banyak kelebihan, tak menutup kemungkinan bahwa urban farming juga memiliki kelemahan jika tak dilakukan dengan tepat.
1. Peningkatan Konsumsi Air
Ketika tak dilakukan secara tepat, urban farming dinilai dapat meningkatkan konsumsi air di lingkungan rumah tangga. Hal ini karena air diperlukan untuk menyiram tanaman.
2. Berkembannya Spesies Nyamuk
Jika lalai, konsep ini dinilai dapat menyebabkan berkembannya spesies nyamuk yang menyebabkan timbulnya penyakit seperti malaria. Hal ini terjadi karena konsep urban farming dilakukan di lahan yang relatif sempit, sehingga diperlukan teknik dan infrastruktur yang memadai agar tak sampai timbul hal-hal yang merugikan.
Sebagai contoh, jika sistem pembuangan atau aliran air tidak dikonsep secara tepat atau dibersihkan secara teratur. Maka berpotensi menjadi genangan yang bisa dijadikan tempat perkembangbiakan nyamuk. Jika hal tersebut dibiarkan, maka dapat berbahaya bagi kesehatan.
3. Berkurangnya Permintaan Produk dari Desa
Dengan melakukan konsep ini, bukan tidak mungkin kamu dapat memenuhi kebutuhan sayuran atau buah-buahan secara mandiri. Akibatnya, kamu tak perlu lagi berbelanja ke pasar atau supermarket.
Jika begitu, bukan tidak mungkin permintaan produk dari desa juga akan berkurang. Para petani pun akan merasakan dampaknya.
Potensi Urban Farming di Masa Depan
Menurut sebuah studi yang dilakukan seorang ahli bernama Matei Georgescu, kegiatan urban farming bisa sangat menguntungkan jika dilakukan secara maksimal. Produksi yang dihasilkan dari konsep ini mampu mencapai 180 juta ton bahan makanan per tahun. Ini merupakan 10% dari total produksi makanan secara global. Menarik, kan?
Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa konsep pertanian modern ini mampu menghemat 15 miliar kilowatt per jam dari pemakaian energi dunia. Itu artinya, kerusakan lingkungan sebagai dampak adanya pemakaian energi yang berlebih bisa sedikit dikurangi.
Melihat besarnya keuntungan dan potensi yang ditawarkan urban farming ini, maka beberapa pakar pun menyarankan agar menjadikan kegiatan ini sebagai bagian dari urban planning atau perencanaan tata kota di masa depan.
Itulah tadi uraian singkat mengenai urban farming yang bisa diterapkan di rumah. Tak perlu ragu untuk melakukannya karena ada banyak sekali keuntungan yang bisa kamu dapatkan. Selain itu, dengan menerapkan konsep ini, kamu bisa turut serta membantu penyelamatan lingkungan.
Meskipun begitu, kamu tetap harus melakukannya secara hati-hati dan penuh perhitungan, ya. Ini karena jika tak dilakukan secara tepat, urban farming pun bisa merugikan.
Baca Juga Artikel Lainnya:
You must be logged in to post a comment.